Melihat rabaan itu, Dudi segaja memberikan batang kemaluannya untuk diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, “Ini apa Kak, kok kenyal.” Mendapat rabaan itu batang kemaluan Dudi semakin menengang dan dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Dudi sudah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan badannya. Dudi kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Dudi kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan terlihat Dudi sudah memakai celana pendek. “Nah, gitu dong pake celana,” kata Yuni sambil mencubit dada Dudi yang menempel di susu kecil Yuni. “Udah dong meluknya,” rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.

Saling memeluk antara Dudi dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa tetapi ketika Dudi merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya saja yang bongsor. Dudi langsung naik ke atas ranjang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar tapi Dudi segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang kemaluan Dudi terasa hangat dibuatnya. Dan memang seperti dugaan Dudi, Yuni tiduran di dada Dudi. Pada saat itu Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Dudi.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Dudi melayang-layang bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Dudi dan Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Dudi meliuk-liuk membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Dudi semakin menjadi ketika batang kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Dudi menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Dudi naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang kemaluan Dudi, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Dudi yang terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Dudi semakin kalang kabut ketika Yuni mengerak-gerakkan badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tidak sadar Dudi meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Dudi semakin bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah.”
Dudi membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di batang kemaluan Dudi. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Dudi sambil terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Dudi sambil terus merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih. Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Dudi semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Dudi. Dalam posisi seperti itu batang kemaluan Dudi yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit kemaluan Yuni yang terasa hangat. Dudi tidak kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Yuni manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Dudi. Gila anak ini belum tahu apa- apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun. “Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi Dudi dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Dudi sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha Dudi.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Dudi menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Dudi semakin tidak tahan dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika Dudi akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah Dudi, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Dudi,” sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Dudi, Yuni langsung memeluk Dudi erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Dudi begitu saja, Dudi langsung memeluk Yuni berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Dudi. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, “Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan.” Berbagai alasan Dudi lontarkan agar Yuni tetap mau di peluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Dudi bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Dudi sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang barusan saya lakukan,” guman Dudi dalam hati sambil terus memengang batang kemaluannya. Dudi berusaha menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu tegang. “Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang.”
Dudi memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Dudi yang terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa Yuni.
Ketegangan batang kemaluan Dudi terus bertambah besar tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Dudi keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Dudi semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
“Kamu kenapa belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Dudi.
“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Dudi dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan keberadaan Dudi, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Dudi yang sudah sangat terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Dudi.”
“Tidak apa-apa Tante, Dudi mengerti tentang hal itu,” jawab Dudi sambil terus menahan gejolak nafsunya yang sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin menegang tidak tentu arah.
“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Dudi mengisi perbincangan.
“Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan tantenya.
Dudi dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Dudi, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan kemaluannya. Mata Dudi melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Dudi semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
“Kamu kenapa Dudi,” tanya Tante Rani yang melihat wajah Dudi keluar keringat dingin.
“Nggak Tante, Dudi cuma mungkin capek,” balas Dudi sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Dudi semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Dudi untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Dudi semakin memuncak dan Dudi tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar.” Melihat Dudi yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Dudi jalan-jalan dulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Dudi terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Dudi mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Dudi dapat melihat adegan suami istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Dudi melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Dudi. Astri terus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Dudi semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Dudi yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya.
“Tante, kapan Tante datang”, suara Dudi perlahan karena takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Dudi menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada kemaluan Dudi yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya di ruang tengah, Dudi duduk di tempat yang tadi diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal paha Dudi dengan posisi pipi kanannya menyentuh batang kemaluan Dudi yang sudah menegang.
“Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena marah.” Tante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Dudi terus digesek-gesek ke batang kemaluan Dudi. “Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau,” goda Tante Rani, “Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi,” nasehat-nasehat itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekkan pada batang kemaluan Dudi.
Dudi semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. “Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai tahu.” Mendengar elakan Dudi, Tante Rani malah tersenyum, “Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya.”
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi sehingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Dudi sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batinnya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang kemaluan Dudi terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Dudi dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. “Aduh punya kamu ternyata besar juga,” bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Dudi dengan kedua tangannya. “Masa kamu tega sama Tante dengan tidak memberikan reaksi apa pun Riee,” bisik Tante Rani dengan nafas yang berat. Mendengar ejekan itu hati Dudi semakin berontak dan rasanya ingin menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktikan pada tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Dudi dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. “Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Tante dengan begini… ayo dong gerakin tanganmu.” Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Dudi semakin berani menyentuh pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tapi ingin karena sudah sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Dudi mulai meraba-saba pantatnya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin menggila dan terus mengulum kepuyaan Dudi dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang kemaluan Dudi. Mendapat serangan yang sangat berapi-api itu akhirnya Dudi memutar kaki kirinya ke atas sehingga posisi Dudi dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Dudi semakin berani mengusap-usap pinggul tantenya yang tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan kemaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. “Ahkkk, nikmat..” Tantenya mengerang sambil terus merapatkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. “Dudi… Tante sudah tidak tahan lagi nich..” diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi batang kemaluan Dudi sehingga Dudi dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante nikmat sekalii…” erang tantenya semakin menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang. “Aduuh Rieee.. terus tekan-tekan pantat Tante..” desah Tante Rani sambil terus menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Dudi meraba kemaluan tantenya, ternyata kemaluan Tante Rani sudah basah oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. “Ariee… nah itu terus Riee.. terus..” erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang kemaluan Dudi.
“Kamu kok kuat sekali Riee,” bisik tante rRni dengan nafas yang terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Dudi. Tante Rani setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum mampu membuat Dudi keluar sperma. Dudi berguman, “Belum tahu dia, ini belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti dengan bantal yang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras.”
Melihat batang kemaluan Dudi yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil berusaha membuka baju Dudi yang masih melekat di badannya. “Buka yaa Sayang bajunya,” pinta Tante Rani sambil membuka baju Dudi perlahan namun pasti. Setelah baju Dudi terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Dudi agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Dudi. Melihat dua gunung yang telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih dengan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Dudi sambil tangannya bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Dudi dan terus mengulumnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah. Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang kemaluan Dudi. Dengan keadaan itu Dudi mengerang kuat sambil berkata, “Aduh Tante.. terus Tante..” Mendengar erangan Dudi, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya. Melihat Dudi yang akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga warna batang kemaluan Dudi menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Dudi menahan nikmat yang tiada tara sambil berkata, “Terus Tante.. terus Tante..”, Dan Dudi pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut Tante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan langsung menelannya dan menjilat semua yang ada di dalam batang kemaluan Dudi yang membuat Dudi meraung-raung kenikmatan. Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila sperma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan semakin nikmat dan semakin membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedot batang kemaluan Dudi sampai keluar bunyi slurp…, slurp…, akibat sedotannya. Setelah puas menjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan Dudi, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Dudi dengan mulutnya yang seksi.
0 Komentar