Cerita Dewasa Ngewe Dengan Teman Wanita Cantik Di Sekolah Part 3

 Melihat batang kemaluan Dudi yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, “Gila kamu Rieee.. kamu masih menantang tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya.” Mendengar tantangan itu, Dudi hanya tersenyum saja dan terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Dudi sambil mengarahkan liang kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Dudi. Sebelum memasukkan batang kemaluan Dudi ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu memberikan ciuman yang sangat mesra dan Dudi pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang kemaluan Dudi sekarang tergeser ke belangkang sehingga batang kemaluan Dudi tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah basah itu

Mendapat perlakuan itu Dudi mengerang kenikmatan. “Aduuh Tante…” sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. “Clepp…” suara yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Dudi bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil terus mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan semua batang kemaluan Dudi. Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.

“Arieee…” rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya telah melahap semua batang kemaluan Dudi. Tante Rani diam untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Dudi yang sudah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat lagi… Sayang..” desah Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya terus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan permainan itu Dudi mendesir, “Aduh Tante… terus Tante..” mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan Dudi dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang kemaluan Dudi dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Dudi jauh lebih besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.

Goyangan pantatnya semakin liar dan Dudi mendekap tubuh tantenya dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran keringat telah berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Dudi menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, “Prut.. prat.. pret..” Tangan Dudi merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Tante Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang kemaluan Dudi. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan ketika Tante Rani berkata di dekat telingan Dudi. “Arieee…” suara Tante Rani bergetar, “Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaaah”. “Iya Tante…” jawab Dudi.
Selang beberapa menit Dudi merasakan akan keluar dan tantenya mengetahui, “Kamu mau keluar yaaa.” Dudi merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang kewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak membuat ia melupakan gigitannya terhadap batang kemaluan Dudi. Sambil terus merapatkan rangkulan. Suara Dudi keluar dengan keras, “Tanteee.. Tanteee..” dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, “Rieee…”. Sambil keduanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang kemaluan dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membuat hampir biji batang kemaluan Dudi masuk ke dalam liang senggama Tante Rani.

Akhirnya Dudi dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan Dudi. Tante Rani tersenyum, “Kamu hebat Dudi seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu lebih besar dari suaminya dan sangat menggairahkan.”

“Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tante dari dulu ya, tapi kamu berusaha mengelaknya yaa..” goda Tante Rani. Dudi hanya tersenyum di goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Dudi. Kurang lebih Lima menit batang kemaluan Dudi yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit sambil melihat batang kemaluan Dudi. Melihat batang kemaluan Dudi yang mengecil, Tante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Dudi tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Dudi dan menijit-mijitnya dan ternyata setelah dipijit-pijit batang kemaluan Dudi tidak mau berdiri lagi.
“Aduh untung batang kemaluanmu Rieee… tidak hidup lagi,” bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Dudi, “Soalnya kalau masih berdiri, Tante sudah tidak kuat Rieee” lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di sebelah Dudi. Sesudah Tante Rani dan Dudi berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masing-masing.

Pagi-pagi sekali Dudi bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya terus saja melek. Akhirnya Dudi jalan-jalan di taman untuk mengisi kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dapat diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Dudi tidak ada kuliah. Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu tidak dilakukannya karena badannya terasa masih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Dudi pun berjalan menuju kolam, tidak dibanyangkan sebelumnya ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Dudi. Tante Rani mengajaknya berenang. Dudi hanya tersenyum dan berkata, “Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya.” Mendapat jawaban itu, Tante Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Dudi tidak menggunakan celana renang. “Sudahlah pakai celana dalam aja,” pinta Tante Rani. Tantenya yang terus meminta Dudi untuk berenang. Akhirnya iapun membuka baju dan celana pendeknya yang tinggal melekat hanya celana dalamnya yang berwarna biru.

Celana dalam warna biru menempel rapat menutupi batang kemaluan Dudi yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan oleh Dudi sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Dudi. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Dudi yang ingin membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Tante Rani dapat juga tertangkap. Dudi langsung memeluknya erat-erat, pelukan Dudi membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.

“Udah akh Dudi.. Tante capek,” seru mesra Tante Rani sambil membalikkan badannya. Dudi dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. “Kamu tidak kuliah Rieee,” tanya Tante Rani. “Tidak,” jawab Dudi pendek sambil meraba bukit kemaluan Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang sangat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Dudi. Mendapatkan perlakuan itu Dudi menjadi semakin menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya tertangkap juga. “Sudah ah… Tante sekarang mau ke kantor dulu,” kata Tante Rani sambil sedikit menjauh dari Dudi.

Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat Dudi yang celana dalamnya telah melorot di antara kedua kakinya dengan batang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. “Kamu tidak sadar Dudi, celana dalammu sudah ada di bawah lutut..” Mendengar itu Dudi langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. “Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak bisa membantumu karena Tante harus sudah pergi,” kata Tante Rani sambil meraba batang kemaluan Dudi yang sudah menegang kembali.

Mendengar itu Dudi hanya melongo kaget. “Akhh, Tante masa tidak punya waktu hanya beberapa menit saja,” kata Dudi sambil tangannya berusaha membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Dudi sambiil berkata, “Iyaaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang lain bisa gawat.”
Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul Dudi. Batang kemaluan Dudi langsung masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya menempel di pundak Dudi. Beberapa detik kemudian, setelah liang kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Dudi dan dirasakannya batang kemaluan Dudi sudah menegang. Tante Rani menciumnya dengan cepat dan langsung mendorong Dudi sambil pergi dan terseyum manis meninggalkan Dudi yang tampak kebingungan dengan batang kemaluannya yang sedang menegang.

Mendapat perlakuan itu Dudi menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani, dan ia berjanji kalau ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai ia merasa kelelahan. Lalu Dudi langsung pergi meninggalkan kolam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Dudi langsung membuka semua bajunya yang menjadi basah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Dudi teringat akan keberadaan kamar Yuni. Dudi lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi. “Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak Dudi sambil mengetuk pintu kamar Yuni. “Masuk Kak Ariee, tidak dikunci.” balas Yuni dari dalam kamar.

Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan tangannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tadi malam antara kakaknya dengan Dudi dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama ini diidam-idamkan oleh setiap manusia.
“Ada apa Kak Dudi,” kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya dengan selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tadi malam karena melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Dudi. “Anu Yuni.. Kakak mau ikut mandi karena kamar mandi Dudi airnya tidak keluar.” Memang Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Dudi dipenuhi oleh sabun tapi yang diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara selangkangannya yang kelihatan mencuat.

Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Dudi yang akan menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Dudi pun langsung memperlihatkannya sambil memengang batang kemaluannya, “Ini namanya penis.. Sayang,” kata Dudi yang langsung menuju kamar mandi karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Dudi yang sedang menegang itu Yuni membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Dudi dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya juga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Dudi yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.

Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya .Dengan beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Dudi. Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Dudi hanya tersenyum. “Kamu juga mau mandi Yun,” kata Dudi sambil mencubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan Dudi yang masih mengeras. “Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu,” bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Dudi langsung tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Dudi, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Dudi langsung mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengelus-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Dudi kesakitan.

“Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah.” Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya untuk meraba batang kemaluan Dudi dengan halus lalu batang kemaluan Dudi didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Dudi memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengulumnya seperti mengulum permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum kepala batang kemaluan Dudi lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan Dudi ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Dudi tanpa diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Dudi. Melihat kejadian itu Dudi akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh Dudi dan Yuni pun membalas pelukan Dudi. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Dudi dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium oleh Dudi. Bila Dudi menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Dudi. Dengan permainan itu Yuni sangat menikmatinya apalagi Dudi yang bisa dikatakan telah dilatih oleh kakaknya yang telah berpengalaman.

Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan nafas. “Pek.. pek..” suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Dudi semakin terangsang. Mendengar suara itu Dudi tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Dudi dengan terampil telah membuka daster putih yang dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Dudi menuntun Yuni agar duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Dudi itu. Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Dudi dengan posisi Yuni tertindih oleh Dudi. Tangan Yuni terus merangkul Dudi sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya.

Lalu Dudi membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh Dudi, dengan perlahan tangan Dudi membuka BH putih yang masih melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Dudi pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. “Auuu…” sambil mendekap Dudi keras-keras. Melihat itu Dudi semakin bersemangat. Setelah Dudi berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.

Dudi menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Dudi. Pagutan Dudi beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni terangkat dengan sendirinya ketika bibir Dudi mengulum bukit kemaluan kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan membuat batang kemaluan Dudi semakin ingin langsung masuk ke sarangnya tapi Dudi kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah. Jilatan bibir Dudi yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wajah Dudi. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali didapatkanya.

Lalu Dudi merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang kemaluannya yang sudah telalu lama menengang. Dudi menarik tubuh Yuni agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai dan Dudi berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Dudi menahan nafas. Dudi berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Dudi hanya tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Dudi kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya. Melihat Dudi yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan mencium bibir Dudi. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Dudi. Suara erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. “Aduhh… Kaak…” erang Yuni sambil merangkul tubuh Dudi dengan keras. Dudi meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Dudi mendorongnya perlahan dan ketika kepala kejantanan Dudi masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, “Kak.. aduh sakit, Kak…”

Mendengar rintihan itu, Dudi membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam liang senggama Yuni dan Dudi terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir Yuni dan Dudi pun berjalan lagi. Dada Dudi yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah nikmat.
Kepala kemaluan Dudi yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang kemaluan Dudi. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Dudi kembali berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. “Aduh.. aduh.. aduh.. Kak,” Mendengar rintihan itu Dudi berkata kepada Yuni. “Kamu sakit Yuni,” bisik Dudi di telinga Yuni. “Nggak tahu Kaak ini bukan seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat..”

Mendengar penjelasan itu, Dudi terus memasukkan batang kemaluannya sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang kemaluan Dudi sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Dudi. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Dudi dengan kuat. “Aduhhh…” dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Dudi dapat merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang keluar dari tubuh mereka berdua.

Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Dudi lalu memasukkan semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. “Preeet…” Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Dudi. “Auh.. auh.. auh..” suara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah seluruh batang kejantanan Dudi berada di dalam lembah kenikmatan Yuni. “Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas,” kata Yuni sambil menahan rasa nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Dudi membalikkan tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Dudi sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.

Yuni dan Dudi terdiam kurang lebih lima menit. “Yuni, sekarang bagaimana badanmu,” kata Dudi yang melihat Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. “Udah agak enakan Kak,” balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan serangan itu Dudi langsung mengikuti gerakan goyangan itu dan goyangan Dudi dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Dudi. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh, “Aduhhh…” Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh Dudi. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Dudi kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar paku itu putus. Beberapa menit kemudian Dudi memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, “Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang beberapa menit Dudi diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Dudi membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah Dudi. Batang kemaluan Dudi masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Dudi dan disilangkan di pinggul. Dudi mengeluarkan batang kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Dudi di dalam liang perawan Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Dudi mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.

Dudi mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya sperma dalam batang kemaluan Dudi dan Yuni pun sama menikmati lahar panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Dudi memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk Dudi. Dirasakan oleh Dudi bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul mengecil Dudi menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Dudi mencium kening Yuni. Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Dudi bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Dudi hanya tersenyum karena memang selama ini Dudi mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Dudi mengucapkan selamat bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Dudi langsung keluar dari kamar Yuni setelah Dudi menggunakan pakaiannya kembali.

Dudi masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Dudi langsung meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. “Tante sudah pulang,” tanya Dudi. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Dudi membuka kulkas untuk mencari air putih. “Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang,” jawab Tante Rani sambil tersenyum. “Bagaimana sekarang Dudi burungnya, sudah mendapatkan sarang yang baru ya..” Mendapat ejekan itu, Dudi langsung kaget. “Ah Tante, mau cari sangkar di mana,” jawab Dudi mengelak. “Dudi kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante.”

Mendengar itu, Dudi langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti yang dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Dudi sambil meraba batang kemaluan Dudi yang sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Dudi yang sudah tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. “Pasti adikku dibuatnya KO sama kamu yaa… Buktinya burung kamu tidak mau berdiri,” goda Tante Rani. “Ahh nggak Tante, biasa saja kok.”

Tante Rani meninggalkan Dudi, sambil mewanti-wanti agar menikahi adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Dudi dilakukan dengan pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.

Posting Komentar

0 Komentar